Mengenai Saya

KONSEP DASAR TEATER RUMAH MATA TEATER MERUPAKAN MEDITASI KRITIS TERHADAP DINAMIKA MULTIDIMENSI KEBUDAYAAN YANG BERDIALEKTIKA MENEMBUS RUANG DAN WAKTU DENGAN IDEOLOGI PENCERAHAN YANG AVANT GARDE, REVOLUSIONER, MEMBUMI DAN TRANSENDEN

Kamis, 02 September 2010

sejarah tjong a fie


 Kediaman Tjong A Fie

            Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang satu ini. Dulunya ia hanya anak seorang biasa-biasa saja. Nekat mengadu nasib ke Pulau Sumatera. Ya, ia adalah Tjong A Fie, bagi anda ini bukan hal yang asing lagi. Sebab namanya sudah melegenda di seantero Kota Medan.

            Tjong  A Fie lahir pada tahun 1860, di desa Sungkow daerah Moyan atau Meixien dan berasal dari suku Khe. Dia tumbuh dari keluarga sederhana. Walaupun demikian Tjong A Fie memiliki pemikiran yang cerdas. Dia memiliki cita-cita untuk mengadu nasib di negeri orang. Buktinya ia berhasil manapaki kakinya di tanah deli pada tahun 1880 pertama kali di Labuhan.
            Tjong A Fie ingin mengikuti jejak kakaknya yang sudah berhasil di Sumatera, Tjong Yong Hian. Kakaknya sudah memiliki posisi penting di tanah Deli sebagai pimpinan orang Cina atau disebut dengan Letnan Cina.
                        Tjong A Fie mulanya memulai usaha kelontong. Dia pandai membaca keperluan buruh Cina, maka segala keperluan para buruh dijual di toko kelontong miliknya.  Sehingga orang-orang menyerbu toko miliknya. Selain itu, berkat keluwesannya bergaul dengan orang-orang setempat dan mampu berbahasa Melayu akhirnya Tjong A Fie memiliki hubungan dekat dengan Sultan Deli. Sultan Deli pun menghadiahkan sebidang tanah ke padanya dan tanah tersebut dikelolanya menjadi kebun tembakau. Dari situlah karir Tjong A Fie mulai menanjak. “ Tjong A Fie sukses saat dia dihadiahi tanah oleh Sultan Deli dan tanah itu dikelolanya menjadi lahan tembakau bukan dari usaha kelontong “ ungkap Alice Olivia salah satu guide  di sana.

            Tjong A Fie memiliki tiga orang istri, bukan berarti dia penganut paham poligami. Istri pertamanya diceraikannya lantaran tidak memiliki keturunan. Kemudian dia meninggalkan istri ke duanya Nona Chew yang berasal dari Penang sebab sudah meninggal dunia dan dari istrinya ini ia memiliki tiga orang anak. Nah, istri ke tiganya ini Lim Koei Yap dinikahinya ketika Lim berusia 16 tahun. Lim berasal dari Langkat, Binjai. Dari istrinya yang ini mereka dianugerahi tujuh orang anak. Hingga saat ini semua anak Tjong A Fie sudah meninggal dunia, hanya tinggal satu orang saja yang sekarang menetap di Belgia. “ Sekarang anknya tinggal di Belgia “ jawab Alice.

            Tjong A Fie pun tinggal bersama istri ke tiganya di jalan Ahmad Yani. Bangunan ini didirikan di atas tanah berukuran 6000 m pada tahun 1895 dan selesai pada tahun 1900 dengan luas bangunan 5000 m². Hingga saat ini rumah tersebut belum pernah direnovasi. Hanya saja di bagian dapur pernah direnovasi ketika ada musibah kebakaran di Pajak Ikan  Lama.
            Kini rumah tersebut hanya dihuni oleh beberapa cucunya saja. Sedangkan cucu-cucunya serta cicitnya ada yang menetap di luar Kota Medan seperti di Jakarta, Penang dan sebagainya.
            Sekarang  kediaman Tjong A fie dibuka untuk umum. Hal ini atas inisiatif  Fon Prawira cucunya sendiri. Tujuannya agar orang-orang mengetahu sejarah Tjong A Fie. Selama ini masyarakat selama ini menilai bahwa bangunan ini hanya kelenteng padahal tidak. “ Kebanyakan orang berpikir ini kelenteng, padahal bukan kok “ ucap Sri Wahyuni yang juga guide di sana.
            Sri Wahyuni mengaku tiap hari biasa Senin sampai Kamis pengunjung berkisar 15 – 20 orang saja. Sedangkan di hari libur bisa mencapai ratusan orang. Dengan harga tiket sebesar 35. 000 rupiah, pengunjung bebas menyusuri rumah Tjong A Fie dipandu oleh guide.
            Kini bangunan kuno nan bersejarah itu hanya tinggal kenangan. Tampaknya perhatian dari pemerintah dirasa sangat kurang. Hal ini juga diakui oleh penjaga bangunan itu Pak Anto. “ Kurang diperhatikan dek, nanti untuk perawatan pasti pakek dana APBN  dan pemerintah pasti  mana mau “ ungkapnya bersemangat.
            Salah satu pengunjung yang berasal dari Jakarta mengatakan “ sayangnya bangunan ini kurang diperhatikan pemerintah. Kemudian keturunan-keturunannya tidak mengikuti nilai-nilai  Tjong A Fie, seperti sifatnya yang dermawan, gigih sebagai seorang saudagar. Sayang lah pokoknya “
            Semoga saja pemerintah ke depannya lebih memperhatikan bangunan-bangunan kuno yang memiliki nilai sejarah. Bayangkan saja jika bila hal ini lebih diperhatikan pemerintah otomatis dunia pariwisata kita pastinya akan maju. Sehingga mengundang turis lokal maupun mancan Negara. Di mana muaranya nanti juga meningkatkan Pendapatan Asli Derah ( PAD ). Semoga !
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger