Mengenai Saya

KONSEP DASAR TEATER RUMAH MATA TEATER MERUPAKAN MEDITASI KRITIS TERHADAP DINAMIKA MULTIDIMENSI KEBUDAYAAN YANG BERDIALEKTIKA MENEMBUS RUANG DAN WAKTU DENGAN IDEOLOGI PENCERAHAN YANG AVANT GARDE, REVOLUSIONER, MEMBUMI DAN TRANSENDEN

Rabu, 23 Maret 2011

Pelajaran Hari Ini, Jangan Remehkan Orang Dari Penampilan Ataupun Profesinya

Pelajaran Hari Ini, Jangan Remehkan Orang Dari Penampilan Ataupun Profesinya
Hidup ini adalah pelajaran. Dengan hidup kita dapat mempelajari segala sesuatu di sekeliling kita. Begitu agungnya Tuhan yang telah menganugrahan kita dunia ini sebagai tempat persingghan sementara sebagai tempat pembelajaran bagi orang-orang yang berfikir. Untuk dapat hidup di dunia ini, kita dianugerakanNya mata, telinga, mulut, hati, pikiran serta indra lainnya.
Dengan mata, kita dapat melihat bumi dengan segala isinya, keindahan,kefanaan, keburukan yang ada di depan mata. Dengan telinga kita dapat mendengar bunyi-bunyian tentang hidup baik ataupun buruk. Dengan pikiran kita dapat mencerna segala sesuatu yang terjadi dalam hidup dengan sebaik mungkin. Singkatnya, segala peristiwa yang terjadi dan telah diindra oleh panca indra kita adalah sebuah pelajaran bagi orang-orang yang berfikir.
Begitu pula saat saya melihat seorang bapak yang sehari-harinya bertugas sebagai tukang bersih-bersih atau bahasa kerennya cleaning service. Sepintas, tugas yang dilakukannya terlihat sepele, tidak perlu keahlian khusus ataupun sekolah di fakultas tertentu. Hanya cukup bermodalkan sapu, kemoceng, elap, ember, pengepel serta perlengkapan bersih-bersih lainnya. Bayangkan jika tanpa sang cleaning service itu akan seperti apa jadinya sebuah instansi-instansi yang membutuhkan tenganya.
Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata gaji yang didapatnya lebih besar dibandingkan gaji pokok Pegawai Negeri golongan tiga. Sebulan ia dapat meraup rupiah sebesar dua juta lebih. Belum ditambah dengan pemasukannya bila disuruh-suruh atasan. Dengan uang sebesar itu ia bisa membeli dua unit sepeda motor. Selain itu juga dapat membiayai sekolah ketiga anaknya. Satu duduk di bangku kelas tiga SMA, yang kedua duduk di kelas tiga SMP dan yang paling kecil duduk di kelas empat SD.
Saya tidak menyangka, hanya dengan pekerjaan seperti itu ia dapat menghidupi keluarganya. Sangat sepele memang, namun seperti yang saya bilang di atas hidup itu pelajaran. Terkadang tampak begitu rumit dan sepele, terkadangnya lagi begitu sederhana. Kembali lagi bagaimana manusia menyikapinya. Hanya bisa berkata Alhamdulillah dalam hati.

Jumat, 18 Maret 2011

Belum Ada Judul

Wajah-Wajah Pasi

Wajah-wajah pasi 
menerobos dinginnya malam
melepas topeng
di dalam angkot rongsokan sialan
wajah-wajah pasi melepaskan topeng 
usai penatnya aktifitas 
dalam angkot sialan

Senin, 07 Maret 2011

My Poet

Dendam Tujuh Turunan

kau yang temberang
hinggap di padang kerontang
menabuh genderang perang
memicu amarah dalam sekam
membentuk lingkaran setan
mewariskan tahta dendam tujuh turunan
mampus kau kawan!


Mengeja Waktu

Aku ingin melesat ke kota mu
menyelami hari mu
mengisi hidupmu dengan celotehanku
kemudian ku tanamkan pohon cinta di lereng hatimu
sesuai dengan go green, motto hidupku
hingga pohon itu pun menjadi padu
dalam sanubari aku dan kamu
kelak, jika ku tinggalkan kotamu
kau menjadi pujangga yang merindu
namun sayang aku hanya bisa mengeja waktu
Sahabat

sahabat tahukah kau hal terindah dalam hidupku?
adalah memiliki mu dalam dekapanku

sahabat, kau semerbak melati yang takkan pernah layu
karena aku kaktus yang selalu menyediakan air untukmu

sahabat, takkan ku biarkan wajah mu digenangi air
sementara tawaku memekikkan telinga

sahabat, aku buta kau tuli
kita mencoba untuk menyusuri hidup

sahabat,...

Jembatan Kebajikan

Jembatan Kebajkan






Jembatan Kebajikan Tinggal Kenangan 

BILA melintasi Jalan KH. Zainul Arifin, pasti Anda akan menyeberangi Sungai Babura yang membelah Kota Medan lewat sebuah jembatan.  Jembatan itu dulunya dikenal dengan Titi  Berlian. Kenapa disebut dengan Titi Berlian? Karena pada malam harinya di tiang-tiang jembatan yang lebarnya sekitar 6 meter itu terdapat sinar seperti berlian.  Jadilah ia disebut Titi Berlian.
      Namun, sekarang orang lebih mengenalnya sebagai Jembatan Kebajikan. Sejarahnya, jembatan itu pertama kali dibangun pada tahun 1916. Tjong A Fie-lah yang memprakarsai dibangunnya jembatan itu dengan alasan untuk menghormati jasa kakaknya Tjong Yong Hian. Jembatan Kebajikan dibangun untuk menghubungkan Jalan Zainul Arifin (Calcuta Straat) dan Jalan Gajah Mada (Coen Straat).
      Jembatan Kebajikan memiliki empat tiang, di setiap tiangnya terdapat prasasti yang ditulis dengan bahasa berbeda-beda, yakni Bahasa Belanda, Arab, Mandarin dan Bahasa Jawi. Keragaman bahasa itu menyimbolkan Kota Medan yang multietnis. Ini dibuktikan dengan adanya Kampung Madras, dimana kampung itu dihuni oleh Suku Tamil, Tionghoa, dan Melayu.
      Tatkala saya melintas di Jembatan Kebajikan, Jumat (18/2), seorang penarik becak tengah buang air kecil di tiang jembatan itu. Ia tidak tahu atau tidak mau tahu betapa berharganya peninggalan sejarah itu bagi masyarakat Kota Medan, khususnya. Warga sekitar yang juga menyaksikan jembatan itu seolah-olah menjadi wc umum, mempertanyakan kalau bukan kita siapa lagi yang menjaganya. Meskipun Pemko Medan kurang memperhatikan peninggalan bangunan bersejarah, tapi sebaiknya masyarakat Kota Medan jangan ikut-ikutan tidak menjaga kelestarian peninggalan bersejarah yang sangat berharga itu.
      Peneliti Pusat Studi Sejarah Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Erond L Damanik menuturkan memang perhatian Pemko Medan terhadap situs sejarah itu masih kurang.
“Perhatian Pemko masih kurang, karena jika melihat dari segi originalitas, kesadaran warga rendah dengan  mencuri lampu-lampu, sementara itu Pemko tidak ada tindakan tegas apalagi untuk merenovasi jembatan dengan mempertahankan arsitektur asli jembatan,” ujarnya.
      Sementara itu, Dewan Pendiri Badan Warisan Sumatra (BWS) Hendra Arbie menyerukan agar setiap elemen masyarakat mengkampanyekan peninggalan sejarah termasuk Jembatan Kebajikan kepada dunia agar masyarakat tergugah menyumbangkan dana melalui BWS, dan merevisi Perda yang sudah ada dengan memberikan hukuman  berat kepada pihak yang ingin membongkar situs bangunan bersejarah.
“Saat ini berdasarkan hasil penelitian Universitas Tokyo terdapat 600 situs bangunan bersejarah di Kota Medan. Sekitar 30 persen bangunan bersejarah terawat selebihnya tidak. Bangunan bersejarah yang terawat itu terletak di kawasan Jalan Hindu, Jalan Mesjid, dan Jalan Perdana,” ujarnya.
      Padahal, menurutnya Hendra Arbie, Jembatan Kebajikan itu menyimbolkan harmoni masyarakat yang hidup dalam lingkup multietnik. Berdasarkan kehidupan  yang multietnik itu UNESCO melalui BWS memberikan penghargaan kepada Pemko Medan pada tahun 2003 karena memiliki warisan berharga di Asia itu. Ia berharap agar pemerintah segera merevisi Perda Purbakala karena dendanya terlalu ringan.
      Jembatan Kebajikan meninggalkan kenangan manis bagi warga yang tinggal di sekitar jembatan itu. Termasuk pula Alamsyah 57, warga Kampung Madras Gg. Famili. Dahulu pada tahun 1964 ketika  masih lajang, ia sering mandi-mandi di sungai. “Dulu airnya jernih, bapak sering nangkap ikan sama kawan. Bahkan bapak dulu sering nambang pasir untuk dijual, batu-batu masih banyak. Sekarang banyak sampah, airnya jorok,” kata pria tujuh orang anak ini.
      Ia merupakan muslim keturunan Tionghoa sedangkan istrinya keturunan Melayu. Ia mengaku menemukan jodohnya karena adanya Jembatan Kebajikan itu. Karena di jembatan itu ia sering bermain dengan anak Kampung Madras Sebrang, sedangkan ia tinggal di kawasan Petisah Hulu.
      Kini, Titi Berlian hanya tinggal kenangan. Airnya tidak sejernih puluhan tahun yang lalu. Warga tidak lagi dapat memanfaatkan Sungai Babura sebagai sumber pencarian. Jembatan Kebajikan itu sekarang menjadi saksi  perkembangan Kota Medan menuju kota metropolitan. Terkadang ia disanjung, terkadangnya lagi ia dikencingi.  Sungainya penuh dengan sampah, pagar pembatas  yang keperakan catnya mengelupas sedangkan trotoarnya bolong. Belum lagi jika musim kampanye ia ditempelin stiker kandidat parpol. Miris dan dramatis! 
     
     
Powered By Blogger